TENTANG KAMI

Foto saya
MENUMBUHKAN JEJARING ANTAR KOMUNITAS FILM DI SELURUH NUSANTARA DALAM MENAMPILKAN GAMBAR HIDUP NUSANTARA

Selasa, 29 Juni 2010

BIOSKOP


Ujung Tombak Industri Perfilman Indonesia

KEBERADAAN bioskop di Indo­nesia sudah berlangsung selama hampir 107 tahun, ter-hitung sejak adanya bioskop yang memutar film pertama kali yang dikenal sebagai "gambar idoep" di Batavia tanggal 5 Desember 1900. Bioskop mempunyai peranan yang strategis dan merupakan ujung tombak industri perfilman Indonesia, sekaligus menjadi tolok ukur keberhasilan produksi film Indone­sia bagi masyarakat.
Sebagai mata rantai terakhir dalam tata niaga film, usaha perbioskopan tentu saja tidak bisa dilepaskan dari salah satu fungsi bioskop yaitu seb­agai "etalasefilm".

Pengusaha bioskop telah bergabung dalam organisasi sejak 10 April 1955, melalui Kongres I yang diikuti oleh 51 pemilik bioskop. Tanggal tersebut akhirnya diakui sebagai kelahiran organisasi bioskop di Indonesia, walau kemudian berganti nama berkali-kali. Ketika itu bernama Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (PPBSI), yang akhirnya saat ini menjadi Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI). Pengusaha bioskop mempunyai komitmen terhadap kemajuan dan pengembangan industri perfilman Indonesia. GPBSI juga menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi perfilman lainnya.

Kiprah GPBSI dalam industri perfilman Indonesia terjadi pasang surut/fluktuasi sebagaimana terjadi pada industri per­filman di Indonesia. Pada era 1900-1942 disebut dengan tahap "layar membentang". Gambar yang disajikan ketika itu belum sempurna karena minimnya peralatan teknologi yang digunakan dalam bioskop tahap

awal tersebut.

Kemudian periode 1942-1949 disebut dengan tahap berjuang di garis belakang. Tahap ini dimulai ketika Jepang sudah mulai masuk ke Indonesia. Pada tahap tersebut, bioskop lebih digunakan sebagai alat propaganda Jepang.

Tahun 1952 hingga 1960 merupakan tahun keemasan bioskop di Indonesia. Jumlah bioskop ketika itu mencapai 890 buah, yang tidak terlepas dari ketersediaan beragam film untuk memuaskan berbagai macam penonton dari berbagai lapisan sosial. Jumlah penonton ketika itu mencapai 450 juta orang.

Tahun 1961 Jumlah bioskop kembali menurun menjadi 800 buah. Hal ini dikarenakan sektor perbioskopan menghadapi kendala dalam permasala-han mahalnya ongkos distribusi film.

Bioskop kembali mengalami puncak masa jayanya pada tahun 1990, di mana pada tahun tersebut Jumlah bioskop di Indonesia mencapai titik tertinggi yaitu 2.600 buah dengan 2.853 layar, dan Jumlah penonton mencapai 312 juta orang.

Era 1991-2002 terjadi keterpurukan bagi usaha perbioskopan di Indonesia secara drastis. Dari Jumlah 2.600 pada tahun 1990, tinggal 264 bioskop dengan 676 layar di tahun 2002. Kendala yang dihadapi adalah maraknya televisi swasta, tv kabel dan pembajakan terhadap film lewat VCD dan DVD. Hiburan alternatif melalui media televisi yang mampu menerobos memasuki setiap rumah dan bisa dinikmati secara gratis.

Kemudian antara tahun 2003 hingga 2007 kembali terjadi peningkatan Jumlah bioskop di Indonesia. Dari 264 bioskop dengan 676 layar di tahun 2002 men­jadi 483 bioskop dengan 959 layar pada pertengahan tahun 2007. Namun itupun hanya berkembang di kota-kota besar saja khusunya di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Artinya, bioskop yang ada baru hanya sekedar memenuhi kebutuhan pasar film Indonesia di lapisan menengah ke atas, yang diperkirakan hanya sekitar 25% dari Jumlah penonton di Indonesia.

Jumlah bioskop yang tersebar di wilayah Jadebotabek mencapai hampir 60%, sedangkan di daerah provinsi dan kabupaten lain mendapat imbas dengan ditutupnya seluruh bioskop menengah ke bawah.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, dan pelayanan untuk masyarakat penonton yang memadai, adalah suatu tantangan bagi dunia per­bioskopan khususnya, untuk bersama-sama membuka pasar film yang lebih luas lagi di Indonesia. Minimal untuk tahap pertama, perlu adanya "regulasi" dan "political will" dari pemerintah untuk berkembanganya pasar film Indonesia di seluruh provinsi dan selanjutnya di setiap kabupaten.

Untuk memenuhi kebutuhan ma­syarakat penonton, idealnya untuk lima tahun ke depan diperlukan 3.000 gedung bioskop dengan 15.000 layar. Upaya untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, perlu adanya penelitian dan pengkajian terhadap jumlah penonton film Indonesia dan pendapatan dari hasil pertunjukan di bioskop.

Kedua, perlu adanya tatanan yang jelas dari paska produksi, distribusi dan eksibisi antara GPBSI, PPFI dan Pemerin­tah. Untuk itulah keberadaan bioskop saat ini harus dikembangkan khususnya ge­dung bioskop kelas menengah kebawah di seluruh Indonesia yang pada akhirnya akan membantu para produser/pemilik film dalam mendistribusikan filmnya ke bioskop-bioskop.

Ketiga, perlu diciptakan pendistribusian yang sehat, adil dan transparan antara pemilik bioskopdan pemilikfilm.

Keempat, pemerintah perlu memberikan keringanan tarif listrik (PLN), karena beban terberat bagi operasional bioskop adalah pada pembayaran listrik, serta menurunkan pajak tontonan di seluruh Indonesia maksimal atau paling tinggi 10%.

Kelima, perlu adanya satu sistem dalam perfilman Indonesia yang yang diatur dengan Undang-Undang Perfilman. Karena Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman sudah tidak relevan lagi untuk dilaksanakan. Untuk itu Undang-Undang tersebut perlu segera direvisi sehingga bisa menjadi acuan bagi insan perfilman dan pemerintah di kemudian hari. Hakikatnya, Undang-Undang terse­but memiliki nilai-nilai pemberdayaan, pengembangan dan kemandirian/independen.

Dengan adanya Festival Film Indo­nesia (FFI) yang kembali diselenggarakan sejak 2004, para pengusaha bioskop yang tergabung dalam GPBSI mendukung sepenuhnya, karena FFI merupakan ajang prestasi, apresiasi, kompetisi dan sekaligus menjadi motivasi bagi insan perfilman Indonesia. GPBSI menyarankan hendaknya FFI dapat di selenggarakan terus setiap tahun. (***)

(sumber: Artikel DOKUMENTASI PERFILMAN INDONESIA)

Senin, 28 Juni 2010

Gambar Hidup Nusantara

Film pada prinsipnya adalah media citra bergerak ( motion picture ). Sebagai GAMBAR HIDUP ( motion picture) dia harus hidup. Indonesia adalah eksistensi yang terbentang luas dari Sabang sampai Marauke. GAMBAR HIDUP INDONESIA adalah kehidupan yang bersuara sekaya bahasa tuturnya, bahasa geraknya, keindahan tanah dan airnya, yang terpenting harus menjadi GAMBAR HIDUP NUSANTARA.

Dahulu bicara film adalah bicara soal Jakarta sehingga lalu muncul 'kemiskinan-film' dalam fikiran bahwa Film Jakarta adalah pemilik tunggal Film Indonesia. Kemajuan teknologi membongkar semuanya termasuk monopoli ilmu dan ketrampilan budaya film. GAMBAR HIDUP kini tidak lagi hanya bersarang dijasad film ( celluloid - fisik ), tapi Gambar Hidup kini melesat ke berbagai jasad baru yang sangat progresive dan handytool; video ( elektronik - analog/digital ). Perkembangan ini, secara tegap dan pasti menumbuhsuburkan GAMBAR HIDUP INDONESIA, siapa pun di mana pun bisa kita saksikan, bahwa ada gerakan budaya GAMBAR HIDUP NUSANTARA yang hidup berkembang penuh keyakinan dan percaya diri di hampir seluruh daerah di Indonesia,

>>> babibutafilm@gmail.com, sinema_adikara@yahoo.com, ffm_yogya@yahoo.co.id, fourcolours2001@yahoo.com, galerivideo@yahoo.com, Lunch_management@yahoo.co.id, fourth_matekstosi@yahoo.co.id, milikitavideolearning@yahoo.com,supir_rei@yahoo.com, gambargerakstudio@yahoo.co.id, redaksi@filmalternatif.org, filmmakerpelajar@yahoo.com, corporate_art_whore@yahoo.com, psychocinemafestival3@live.com ,redaksi@ruangfilm.com, putra@thekebayoranconsulting.com, info@themarshall.org, kotaksurat@konfiden.or.id, dsccfikomunpad@gmail.com, f2pb_salmanfilm@yahoo.com, kineruku@yahoo.com, moviegladpictures@yahoo.com, info@the-restart.com, importalmail@yahoo.com, kepadajkfb@gmail.com, kronikfilmedia@yahoo.com, matakaca06@yahoo.co.id, kaligawe14@yahoo.com, sangkanparan2002@yahoo.com, bessy4beatgeneration@yahoo.com, danar_tri@yahoo.co.id, lensamatamu@yahoo.com, makdesu@gmail.com, arief_yani2000@yahoo.com, dejavucommunity@yahoo.com, makassarapasaja@yahoo.com, freemoviemakassar@yahoo.co.id, mmc_kendari01@yahoo.co.id, onnykres@yahoo.com, <<<

Ini adalah sebagian kecil dari Gerakan Baru GAMBAR HIDUP INDONESIA, yang saya yakin dalam tempo sesingkat-singkatnya akan segera menggelorakan seluruh sendi budaya lewat bingkai-bingkainya dalam bentuk dan isi tanpa batas dan tak ada satu pun dan siapa pun yang dapat membatasinya selain kesadaran budayanya sebagai Bangsa Terhormat, Berdaulat, Sebagai Bangsa Indonesia yang pantang menjerumuskan diri menjadi Budak Dunia dalam semua stratanya

MAJU TERUS GAMBAR HIDUP NUSANTARA!

Embi C Noer

Kedai Itu

KEDAI FILM NUSANTARA NAMANYA

Kisah ini, bukan sekedar kisah biasa akan tetapi sebuah kisah nyata tentang harga diri dan kokohnya cinta. Ini adalah kisah tentang sebuah kedai. Bukan sembarang kedai dan bukan kisah tentang sebuah kedai, ini adalah kisah berpuluh-puluh bahkan bisa jadi sampai ratusan kedai jumlahnya.

Apakah jumlah itu penting?

Ya, karena jika sang jumlah ditaburi cinta, maka triliunan keberkahan akan tumbuh subur di sana.

Apakah kedai itu serupa kedai kopi milik kita yang tersebar di hampir seluruh pelosok negeri?

Ya, ini kisah indah tentang deretan kedai-kedai cahaya milik kita...

Kedai cahaya?

Ya, kedai cahaya yang akan menerangi sehingga kita mampu melihat dengan hati dan merasakan dengan mata untuk berkata dengan dua tangan terbuka dalam irama lagu kerja, kerja, berdoa dan terus bekerja..

Lalu, apa itu Kedai Film Nusantara? Apa ada film di sebuah kedai? Bukankah yang ada di kedai adalah cuma kita-kita saja? Kedai tempat kita minum kopi sambil duduk berbincang-bincang memperbincangkan apa saja yang kita suka diselingin makan kudapan lezat dari kacang sampai ketan dari keripik sampai berbagai jenis gorengan? Film apakah itu yang ada di kedai?

Yang ada di kedai kita adalah Film Nusantara.

Film Nusantara?

Ya, Film Nusantara.

Apa itu?

Film Nusantara adalah film yang kita miliki sepenuh-penuhnya, mutlak. Film Nusantara adalah film yang kita buat karena kita memang ingin membuatnya, dan hal itu bukan semata-mata karena kita bisa membuat film, film nusantara kita buat karena Film Nusantara adalah film-film yang memang kita harus membuatnya.

Harus?

Ya, harus.

Kenapa harus?

Karena kita tidak boleh hanya diam membatu sementara seluruh jati diri kita dijadikan barang mati dalam jutaan frame yang ada di dunia. Sekarang saatnya kita juga harus membuat frame-frame itu, frame-frame kita.
Untuk apa?

Untuk menunjukan kalau kita bukan sebuah orang akan tetapi suatu jiwa, kita adalah kebudayaan. Kita ada dan bahagia.

Jutaan kita adalah bersudara di dalam kehidupan jiwa raga dan satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Ini kenyataan yang mendesak kita agar seluruh jati diri kita harus segera kita sorotkan ke layar dunia, agar dunia tahu bahwa kita semua disini tidak tertidur lelap apalagi sekedar hidup bergaya kalap. Kita juga telah lama sedang bekerja untuk sesuatu yang kita cintai. Di sini. Sekarang. Dan, selama-lamanya.

Embi C Noer

ESTETIKA KEDAI FILM NUSANTARA

CITA-CITA KEINDAHAN ETIKA BANGSA

Berfikir menukik ke substansi eksistensial untuk menemukan esensi adalah petualangan sia-sia jika dunia sebagai realitas dan entitasnya hanya dimaknai sebagai hiburan gratis di ruang hampa. Berfikir lalu hanya sebagai aktifitas sampingan di daerah stateless untuk mengumbar gejolak histeria dari keliaran nalar di kesesatan ranah kebebasan yang nonsense itu. Nonsens bagi KFN adalah kebinatangan. Kedai Film Nusantara (KFN) adalah commonsense.

KFN bukan sumur tanpa dasar. KFN adalah sumur wildcat dimana hubungan antara gagasan dan energi bernilai luhur sebagai gerak kesungguhan perjuangan untuk tetap sadar; hidup meski bebas sangatlah terbatas. Keterbatasan sebagai wujud keindahan; karena keterbatasanlah sesuatu mencapai keindahannya. Keindahan karena keterbatasan; sesuatu menjadi indah tatkala menemukan misteri (esensi) batas-batas keterbatasannya yang terus berkembang.

Manusia tanpa Tuhan hilang keindahannya yang paling tinggi dikarenakan dirinya kehilangan penghargaan dan nikmatnya memikul kesalahannya hidup mewah di alam istana atau memikul dosa akibat memakan buah larangan di taman sorga. Sorga melahirkan Naraka, adalah awal alam. Tuhan menciptakan lewat peristiwa rohaniah penting yang menjadi orbit atom-atom semesta yang kebersyukurannya ada dalam tunggal cita-cita. Apakah itu, darimanakah dan mau kemanakah tunggal cita-cita; tak mungkin sel-sel otak, segumpal hati atau harmonisasi cairan hormonal pada kelenjar-kelenjar memahaminya secara utuh, karena pemahaman semua itu haruslah berupa pemahaman atom-atom pada jaringan seluruh tubuh yang menjadi kesadaran kesementaraan, anugerah dan keabadian, yang rumit tak terjangkau. Menjadikan nonsens sebagai commonsense, manusia akan beku di batas alam tubuh a historys; peradaban tanpa kelamin. Manusia tanpa kemaluan akan melayang-layang menanggung derita siksa tipuan bayangan hidup di sepanjang kekosongannya.

KFN sebagai laboratorium nusantara, akan bekerja dengan menguntaikan dengan tekun dan kokoh sebagai jejaring kebersamaan guna memelihara dan mengolah seluruh potensi keindahan atau keterbatasan yang dimiliki. KFN harus segera bekerja dan menemukan Formula Indonesia Baru, yang substansi keindahannya adalah tunggal cita-cita yaitu Indahnya Etika.

Indahnya Etika adalah keindahan yang menempatkan karya sebagai bagian tak terpisahkan dari pembuat dan penikmat di mana impact hubungan seimbang dan dinamis ketiganya nilainya lebih penting dari argument keindahan intelektualnya.

Indahnya Etika sebagai suatu kesepakatan kebudayaan antara fihak produsen dan konsumen budaya seni baru untuk tidak melakukan eksplorasi manipulatif dengan mempolitisir entitas sebagai benda mati tanpa harga diri.

Indahnya Etika secara tajam menghormati keterbukaan dengan tidak menelanjanginya akan tetapi justru memberinya gaun yang bernilai sebagai cara menghargai tubuh dengan seluruh bahasa kebudayaan.

Indahnya Etika bagi KFN sebagai sumber cahaya yang harus terus-menerus diganggu agar waktu tidak gagu, dilindungi agar terpojok kemudian memupuk diri untuk semakin kuat menghadapi berbagai siasat keindahan palsu, dibongkar agar waktu terbakar dan lahir perstiwa yang menyadarkan hidup dari ketidakindahan.

Rumli Chairil Noer