KEDAI FILM NUSANTARA NAMANYA
Kisah ini, bukan sekedar kisah biasa akan tetapi sebuah kisah nyata tentang harga diri dan kokohnya cinta. Ini adalah kisah tentang sebuah kedai. Bukan sembarang kedai dan bukan kisah tentang sebuah kedai, ini adalah kisah berpuluh-puluh bahkan bisa jadi sampai ratusan kedai jumlahnya.
Apakah jumlah itu penting?
Ya, karena jika sang jumlah ditaburi cinta, maka triliunan keberkahan akan tumbuh subur di sana.
Apakah kedai itu serupa kedai kopi milik kita yang tersebar di hampir seluruh pelosok negeri?
Ya, ini kisah indah tentang deretan kedai-kedai cahaya milik kita...
Kedai cahaya?
Ya, kedai cahaya yang akan menerangi sehingga kita mampu melihat dengan hati dan merasakan dengan mata untuk berkata dengan dua tangan terbuka dalam irama lagu kerja, kerja, berdoa dan terus bekerja..
Lalu, apa itu Kedai Film Nusantara? Apa ada film di sebuah kedai? Bukankah yang ada di kedai adalah cuma kita-kita saja? Kedai tempat kita minum kopi sambil duduk berbincang-bincang memperbincangkan apa saja yang kita suka diselingin makan kudapan lezat dari kacang sampai ketan dari keripik sampai berbagai jenis gorengan? Film apakah itu yang ada di kedai?
Yang ada di kedai kita adalah Film Nusantara.
Film Nusantara?
Ya, Film Nusantara.
Apa itu?
Film Nusantara adalah film yang kita miliki sepenuh-penuhnya, mutlak. Film Nusantara adalah film yang kita buat karena kita memang ingin membuatnya, dan hal itu bukan semata-mata karena kita bisa membuat film, film nusantara kita buat karena Film Nusantara adalah film-film yang memang kita harus membuatnya.
Harus?
Ya, harus.
Kenapa harus?
Karena kita tidak boleh hanya diam membatu sementara seluruh jati diri kita dijadikan barang mati dalam jutaan frame yang ada di dunia. Sekarang saatnya kita juga harus membuat frame-frame itu, frame-frame kita.
Untuk apa?
Untuk menunjukan kalau kita bukan sebuah orang akan tetapi suatu jiwa, kita adalah kebudayaan. Kita ada dan bahagia.
Jutaan kita adalah bersudara di dalam kehidupan jiwa raga dan satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Ini kenyataan yang mendesak kita agar seluruh jati diri kita harus segera kita sorotkan ke layar dunia, agar dunia tahu bahwa kita semua disini tidak tertidur lelap apalagi sekedar hidup bergaya kalap. Kita juga telah lama sedang bekerja untuk sesuatu yang kita cintai. Di sini. Sekarang. Dan, selama-lamanya.
Embi C Noer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar